Berita DiBlog Ini Tidak Murni Dari saya, ada yang mengambil cari blog/Forum tetangga untuk sekedar berbagi informasi. Jadi Mohon Maaf Jika Terdapat berbagai macam kesalahan karena saya hanya ingin berbagi info.

Translate Tool

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF
ads ads ads ads
NB: Bagi Yang Ingin Memasang Iklan Hubungi Saya. Harga di Negosiasikan

Selasa, 31 Maret 2009

Misteri di Balik Propinsi Sichuan, Cina

Orang berwisata tidak mesti harus mengikuti petunjuk standar, kali ini pengalihan cuti tahunanku berwisata tertuju pada propinsi terpencil Sichuan, Cina. Untuk menuju ke Sichuan kita bisa naik bus dari Chongqing sekitar 160 km. Satu-satunya rute lain yang dapat ditempuh untuk mencapai kawasan terpencil di Propinsi Sichuan ini adalah jalur kereta api dari Youting, yang jaraknya 30 km dari Dazu.

Dazu adalah terletak kira-kira 163 km dari Chongqing dan 34 km dari jalur kereta api terdekat di Youting. Setiap hari ada banyak bus umum dari Youting ke Dazu, enam bus dari Chongqing, dan hanya satu bus dari Chengdu, ibukota Provinsi Sichuan. Tur-tur pribadi macam ini juga bisa diatur lewat China International Travel Service di Chongqing. Dan dari Dazu kita dapat menginap di hotel Dazu Binguan yaitu hotel satu-satunya yang ada di kota itu . Nyaman dan bersih, tapi kemewahan terbatas.
Meski, pahatan tentang ajaran Budha menjadi objek utama yang bisa kita dilihat, namun suasana Kota Dazu sendiri sangat menyenangkan dan penuh dengan warung teh. Berjalan-jalan dan melewatkan waktu sambil minum teh di sore hari sangatlah indah.

Sichuan yang luasnya 567.000 km2 termasuk propinsi dengan jumlah penduduk yang padat. Hampir 10% populasi Cina berdiam disini. Iklimnya pas untuk bercocok tanam. Hangat di musim panas dan tidak terlalu dingin di musim dingin sehingga memungkinkan kegiatan pertanian berlangsung sepanjang tahun. Padi menjadi tanaman utama. Juga tanaman minyak lobak yang memasok kebutuhan minyak goreng di Cina. Pada akhir bulan Maret dataran penuh dengan warna kuning, bunga tanaman minyak lobak itu. Sementara di tepian tanaman tumbuh pohon murbei yang menyediakan daun bagi ulat sutra yang banyak dibudidayakan. Sayangnya, wilayah yang indah di Dazu ini jarang mendapat perhatian wisatawan. Barangkali karena terpencil. Namun, justru karena tempatnya begitu mojok, pahatan pada dinding gua dan patung-patung batu yang terkenal di sana bisa bertahan sampai kini.

Telah ratusan tahun tersembunyi, tak terjamah tangan-tangan jahil dan usil. Cina memang kaya warna. Selain keramik yang sudah mendunia, pahatan pada dinding batu seperti di Dazu pun luar biasa unik. Sekarang, situs itu menjadi salah satu situs Budha terpenting di Cina. Di sana terdapat hampir 50.000 karya ukiran batu berasal dari abad IX - XIII, tersebar di 40 lokasi, (setingkat) Kabupaten Dazu. Begitu banyak patung terkonsentrasi di wilayah ini, rupanya faktor kebetulan historis belaka. Pada masa antara akhir Dinasti Tang (907) sampai akhir Dinasti Song Selatan (1279), banyak penyair, seniman, dan pemahat datang ke Propinsi Sichuan, yang waktu itu merupakan pusat studi. Pada saat yang sama, raja-raja lokal mendukung kehidupan beragama dan aktivitas seni, sehingga tercipta patung-patung pahatan bertema ajaran Budha yang artistik.

Masih utuh setelah 800 tahun
Menurut catatan, seni pahat Dazu baru berkembang empat abad setelah munculnya seni pahat lain di Cina, yang bertema ajaran Budha, dan sudah lebih dikenal. Tampilan Budhanya lebih sederhana, sementara corak dan tema yang digarap bukan keagamaan semata, tetapi juga bersangkut paut dengan kehidupan keseharian.

Patung Budha pertama di wilayah ini terpahat di Beishan (Gunung Utara), beberapa kilometer di luar Kota Dazu. Konon, patung buatan tahun 892 itu dibuat atas perintah seorang komandan militer yang alim yang memerintah wilayah Sichuan Timur bernama Wei Junjing. Ternyata proyek itu seperti sebuah luncuran bola salju, menyuburkan kehidupan keagamaan dan memancing datangnya semakin banyak pemahat selama lebih dari dua abad. Akhirnya, ada lebih dari 10.000 karya pahat berjajar memanjang di sepanjang bukit batu itu.

Kini, setelah berumur 800-an tahun karya-karya pahatan batu itu banyak yang telah mengalami pelapukan berat; bentuk dan lekukannya kabur, bahkan sebagian ada yang kehilangan anggota badannya. Namun, ada juga yang masih apik lantaran terlindungi oleh bebatuan yang memayungi dari atas. Di gua bernama Roda Alam Semesta, ada sebuah lingkaran batu dengan ukiran yang rumit, menggambarkan siklus kehidupan yang harus dialami manusia dan ajaran-ajaran Budha.

Tak jauh dari situ ada Sang Dewi Welas Asih (Dewi Kwan Im) memegang tasbih dengan jari-jarinya yang halus. Ada juga patung-patung kaisar, biksu, pagoda-pagoda, dan kuil-kuil mungil. Relief-relief menggambarkan burung hong, naga, ular, dan burung-burung eksotis.

Lima belas kilometer timur laut Dazu, ada Baodingshan (Gunung Harta Karun) yang sangat mudah dicapai dengan bus umum. Di sini terdapat 10.000 pahatan yang tersembunyi di lembah berbentuk tapal kuda tepat di bawah sebuah biara. Pahatan-pahatan di gua itu termasuk pahatan hebat terakhir di Cina, dikerjakan di sepanjang permukaan tebing terjal hanya selama kurun waktu 70 tahun, antara 1179 - 1249. Kumpulan karya pahatan itu rupanya dirancang serius.

Reliefnya saling berhubungan membentuk cerita. Ceritanya tidak begitu menonjolkan religiusitas dan corak gambarnya lebih realistis dibandingkan dengan yang ada di Beishan. Kebanyakan karya pahatan itu masih dalam keadaan baik, sebagian berkat sistem drainase yang baik di dalam gua. Pipa yang tersembunyi di belakang bukit berfungsi sebagai saluran pembuangan air hujan. Sangat tipikal Cina, perpaduan unsur seni kuno dan teknologi.

Dewi Kwan Im setinggi 3 m
Titik sentral objek di Baodingshan adalah patung Budha Tidur yang amat besar, lebih dari 30 m panjangnya. Ia berbaring miring, menyandar pada siku saat memasuki nirwana, dengan sunggingan senyum dan ekspresi kebahagiaan penuh di wajahnya. Pahatan itu berukuran sangat besar sampai-sampai ruangan tidak cukup seandainya patung dibentuk utuh. Budha yang tergolek itu terpotong di bagian lutut oleh dinding bukit yang berbelok pas pada lengkungan tapal kuda. Namun karya pahat Budha itu tampak elok, menggambarkan pencerahan dan kebebasan spiritual.

Tak jauh dari situ, pada dinding gua terpahat miniatur bunga-bunga, kuil, dan makhluk-makhluk surgawi. Ada sekumpulan ukiran yang bertemakan kasih sayang orang tua. Di situ ditunjukkan gambaran kehamilan, kelahiran, bayi sedang menyusu, dan masa kanak-kanak. Tertulis di papan, "The Loving Kindness of Mother". Ada pula gambaran bentuk hukuman yang diterima bila orang tidak berbakti kepada orang tua, merupakan perkawinan antara tradisi Budha dan Konfusius. Di gua lain terdapat pahatan Sang Dewi Welas Asih yang tingginya 3 m dan bertangan seribu, semuanya meraih ke arah luar dari dinding. Pahatan jari-jari yang terpentang dari semua tangan itu meliputi luas 80 m2. Karena tergambar di belakang sang dewi, jari-jari itu kelihatan seperti ekor merak.

Pada telapak setiap tangan dipahat juga gambar mata yang berwarna, menyimbolkan kebijaksanaan. Banyak tangan yang sedang memegang tasbih, ada juga yang memegang kuil mungil. Keseluruhan patung ini berwarna emas, biru, dan hijau-biru. Ada roda lain di Baodingshan, yang dipegang oleh makhluk besar dengan mata melotot dan taring menonjol, menyimbolkan enam masa peralihan yang harus dijalani oleh makhluk hidup, termasuk manusia.

Hukuman sadis bagi yang amoral
Bagi yang tindak tanduknya tidak bermoral, salah satu altar menguraikan berbagai macam hukuman kejam. Namun, berbagai pahatan yang cukup menyeramkan itu justru termasuk yang paling asyik dinikmati. Bahkan beberapa patung, seukuran setengah manusia, benar-benar terlihat berdiri bebas, bukan berupa pahatan, sehingga tampak semakin hidup. Misalnya saja, ada setan berkepala kuda sedang menenteng seorang manusia pada rambut dan kakinya, dan sedang berancang-ancang hendak melemparkan manusia malang itu ke dalam minyak mendidih!

Monster lain yang juga berkepala kuda, berbaju zirah, lari sambil menghujamkan tombak ke tubuh seseorang. Ada lagi seorang pendosa tampak digambarkan menjelang dicabik tubuhnya jadi empat oleh tarikan empat ekor kuda. Yang lain dilumatkan di bawah putaran batu gerinda dengan mata gerinda bergerigi tajam. Di sekitarnya ada hantu menggeliat mengerikan di dalam siksaan abadi. Menderita di lautan api, kelaparan, banjir, dan kedinginan. Di tengah suasana seram tampak seorang figur menyendiri yang dikenal sebagai Si Pemelihara Ayam. Dosa perempuan ini adalah suka membunuh binatang, yang bertentangan dengan ajaran Budha. Hukumannya tidak ditunjukkan, tetapi dia tampaknya bisa duduk tenang dan cukup bahagia, sambil menaburkan biji-bijian dari keranjang kepada ayam-ayam di dekatnya.

Sesudah melewati semua pemandangan mengerikan itu, dengan lega kita tiba pada adegan terakhir. Pada dinding tebing tergambar pemandangan pedesaan yang menyenangkan. Kerbau sedang minum di sungai bening beriak dan para petani meniup suling. "Adegan yang terakhir ini dipahat sedemikian bagusnya sehingga seolah-olah kerbau dan gembalanya setiap saat siap datang bila Anda panggil," demikian bunyi salah satu selebaran berpromosi.

Kenyataannya, Baodingshan dikitari pemandangan yang tidak banyak berbeda. Hamparan sawah tampak sejauh mata memandang. Kalau diperhatikan laksana lukisan bercorak kuning dan hijau muda yang mewakili gambaran padi yang masih muda dengan padi siap panen. Di kejauhan beberapa petani berjalan memeriksa tanaman kalau-kalau ada burung yang menggerogoti bulir padi. Bahkan ada kerbau yang sama seperti tergambar di pahatan tadi.

Ternyata Sichuan adalah salah satunya propinsi di Cina yang kaya akan pahatan patung Budha, setelah mendatangi Sichuan dan mengetahui misteri dibaliknya, saya teringat dengan ajaran 9 wali sanga yang ada di Indonesia, yaitu sunan Maulana Malik Ibrahim. Maulana Malik Ibrahim, dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh Maghribi. Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa kepada masyarakat. Karena beliaulah yang mulai pertama memasukkan Islam ke tanah Jawa. Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau Jawa yang kebanyakan masih beragama Hindu dan Buddha dikala itu, akhirnya mulai banyak memeluk agama Islam.

Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-kasta Waisya dan Syudra yang dapat diajak memeluk agama Islam. Sedang dari kasta-kasta Brahmana dan Ksatria pada umumnya tidak suka memeluk Islam, bahkan tidak sedikit dari kalangan Brahmana yang lari sampai ke pulau Bali, serta menetap disanalah mereka akhirnya mempertahankan diri hingga sekarang, dan agama mereka kemudian dikenal dengan sebutan agama Hindu Bali. Apabila dikalangan kaum Brahmana dan Ksatria tidak suka masuk agama Islam, hal itu mudah dimengerti karena bagi mereka tentunya agak berat untuk duduk sejajar bersama-sama dengan kaum Waisya dan Syudra yang selama ini mereka hina. Sudah barang tentu dengan adanya konsep Islam yang radikal dan revoulsioner dalam bidang sosial, sukar sekali untuk diterima dengan kedua belah tangan terbuka oleh mereka. Sebab bukankah mereka selama ini telah didewa-dewakan, tiba-tiba turun tahta, duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bekas hamba sahaya mereka, rakyat jelata yang selama ini telah memuja serta mendewa-dewakan mereka.

Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa di daerah Jawa Timur. Dari sanalah dia memulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untuk mengembangkan agama Islam. Adapun caranya pertama-tama ialah dengan jalan mendekati pergaulan dengan anak negeri. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlak, sebagaimana diajarkan oleh Islam, hal itu senantiasa diperlihatkannya didalam pergaulan sehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam kepada agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli. Begitu pula beliau tidak menentang secara spontan terhadap adat istiadat yang ada serta berlaku dalam masyarakat kita yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha itu, melainkan beliau hanya memperlihatkan keindahan dan ketinggian ajaran-ajaran dan didikan yang dibawa oleh Islam.

Berkat keramah tamahannya serta budi bahasa dan pergaulannya yang sopan santun itulah, banyak anak negeri yang tertarik masuk ke dalam agama Islam. Untuk mempersiapkan kader umat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan guna menegakkan ajaran-ajaran Islam di tanah air kita, maka dibukanyalah pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta menggembleng para siswa sebagai calon mubaligh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk Islam, bertambah berat pula tugas dan pekerjaannya. tentu saja orang-orang itu tidak dibiarkan begitu saja. Mereka harus diberi didikan dan penerangan secukupnya sehingga keimanannya menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh.

Di dalam usaha yang sedemikian itu, beliau kemudian menerima tawaran dari raja negeri Cheermen, raja Cheermen itu sangat berhajat untuk meng-Islam-kan raja Majapahit yang masih beragama Hindu. Seperti ternyata kemudian, dari hasil didikannya akhirnya tersebar di seluruh penjuru tanah air mubaligh-mubaligh Islam yang dengan tiada jemu-jemunya menyiarkan ajaran-ajaran agamanya. Dalam riwayat dikatakan, bahwa Maulana Maghribi itu adalah keturunan dari Zainul Abidin Bin Hassan Bin Ali ra, keterangan ini menurut buku karangan Sir Thomas Stamford Raffles. Sebagaimana diketahui, Stamford Raffles (1781-1826) adalah seorang ahli politik Inggris, serta bekas Letnan Gubernur Inggris di tanah Jawa dari tahun 1811-1816 M. Adapun bukunya yang terkenal mengenai tanah Jawa adalah : "History of Java" yang ditulisnya pada tahun 1817 M. Mengenai filsafat Ketuhanannya, diantaranya Syekh Maulana Malik Ibrahim pernah mengatakan apakah yang dinamakannya Allah itu ? ujarnya "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan adanya,...............?

Menurut setengah riwayat mengatakan, bahwa beliau berasal dari Persia. Bahkan dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim beripar dengan raja di negeri Cheermen. Mengenai letak negeri Cheermen itu terletak di Hindustan, sedangkan ahli sejarah yang lain mengatakan bahwa letaknya Cheermen adalah di Indonesia. Adapun mengenai nama kedua orang tuanya, kapan beliau dilahirkan serta dimana, dalam hal ini belum diketahui dengan pasti. ada yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Kasyan (Persia). Bilamana beliau meninggal dunia ? Kalau ditilik dari batu nisan yang terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dekat Surabaya terukir sebagai tahun meninggalnya 882 H, atau tahun 1419 M. Di dalam sumber menyebutkan, bahwa beliau itu berasal dari Gujarat India, yang rupanya disamping berniaga, beliau juga menyiarkan agama Islam

Makam Maulana Malik Ibrahim yang terletak di kampung Gapura di Gresik, sekarang jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama jalan Malik Ibrahim. Dalam sejarah beliau dianggap sebagai pejuang serta pelopor dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan besar pula jasa beliau terhadap agama dan masyarakat.

Dan menurut wali sanga tersebut ajaran Budha itu ada kesamaan dengan ajaran Islam yaitu orang kaya harus menolong kepada fakir miskin.

Related Posts by Categories



0 komentar:

Posting Komentar