Selama 20 tahun Fujimura memalsukan bukti evolusi manusia Jepang di 42 tempat. Dunia arkeologi Jepang pun dipermalukan
[Part 2]
Hidayatullah.com--Salah seorang yang pernah ikut dalam penggalian kepurbakalaan bersama dengan sang pemalsu akbar Shinichi FujimuraFujimura adalah Shoh Yamada. Shoh Yamada, doktor lulusan Harvard University, adalah pakar zaman neolitikum, yakni zaman batu muda, di kawasan Asia Barat Daya. Dalam tulisannya di terbitan ilmiah Harvard Asia Quarterly, Vol. VI, No. 3, tahun 2002, ia mengulas aneka peristiwa di balik salah satu pemalsuan terbesar di dunia arkeologi itu dengan judul “Politics and Personality: Japan's Worst Archaeology Scandal” (Politik dan Kepribadian: Perbuatan Memalukan Arkeologi Terburuk Jepang).
Sebelum pemalsuan itu terbongkar, Shinichi Fujimura dijuluki oleh rekan-rekannya sebagai “God’s Hand” (Sang Tangan Tuhan). Ini lantaran mereka takjub akan keberuntungan hebat Fujimura dalam menemukan keberadaan situs-situs purbakala. Fujimura dulunya adalah direktur senior di Tohoku Paleolithic Institute. Temuannya berupa benda-benda purbakala yang diperkirakan berasal dari Zaman Batu awal (600.000-120.000 tahun lalu) di reruntuhan Kamitakamori, provinsi Miyagi, di tahun 1994 ditetapkan sebagai situs tertua Jepang.
Dipergoki media massa
Sebelum pemalsuannya terbongkar, selama 20 tahun terakhir Fujimura menjadi bintang di dunia ilmu pengetahuan maupun pemberitaan media massa lantaran kepiawaian dan prestasi gemilangnya dalam menemukan benda-benda purbakala yang diyakini berasal dari Zaman Batu Awal dan Pertengahan. Situs Kamitakamori secara khusus menjadi daya tarik seluruh dunia. Ini dikarenakan benda-benda purbakala yang berhasil digali dan ditemukan oleh Fujimura tampak membuktikan sejumlah hal penting. Pertama, bukti itu menyatakan bahwa manusia awal mendiami wilayah tersebut 600.000 tahun lalu. Kedua, manusia awal ini lebih cerdas dibandingkan rekan-rekan sezamannya yang ada di belahan bumi lainnya. Temuan luar biasa ini mendorong seorang pakar arkeologi bertutur bahwa Fujimura tengah “menulis ulang sejarah evolusi manusia.”
Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan www.hidayatullah.com, ternyata ada pula ilmuwan yang meragukan temuan-temuan Fujimura. Di antaranya adalah Takeoka Toshiki dari Kyoritsu Women’s University. Takeoka berpendapat bahwa sejumlah benda-benda temuan Fujimura itu terlalu modern jika dibandingkan dengan benda-benda lain sezaman yang pernah ia teliti di Prancis. Pendapat Takeoka ini mendorong pihak media massa Mainichi Shinbun untuk melakukan penyelidikan.
Mainichi Shinbun awalnya memberangkatkan sejumlah orang untuk mengintai Fujimura di situs penggalian Fudozaka di Hokkaido pada bulan Agustus 2000, di mana mereka menyaksikan sesuatu yang kemungkinan merupakan pemalsuan di pagi hari. Namun kala itu mereka gagal membidik foto-foto kamera yang jelas.
Tiga bulan kemudian, tepatnya di Kamitakamori, mereka berhasil merekam video perbuatan memalukan Fujimura yang sedang mengubur secara sengaja perkakas yang terbuat dari batu. Namun pihak Mainichi Shinbun menunda penerbitan berita dan foto skandal itu hingga setelah Fujimura dan rekan-rekannya sesama penggali situs purbakala mengumumkan temuan penting teranyar mereka. Setelah tersebar luas, berita dan foto-foto yang mengabadikan perbuatan buruk Fujimura ini pun menjadi sebab kehancuran nama baik rekan-rekannya.
Penerbitan berita di bulan November 2000 itu juga menyebabkan pihak berwenang arkeologi Jepang dan masyarakat umum kaget luar biasa. Harian Jepang Mainichi Shimbun memampang gambar-gambar potongan video yang menangkap basah perbuatan memalukan Fujimura. Di gambar itu terlihat sang arkeolog kondang Fujimura dengan cueknya mengubur barang-barang yang dipalsukannya di pagi hari bulan Oktober 2000. Pakar arkeologi Jepang yang dijuluki “Sang Tangan Tuhan” itu kepergok mengubur dengan sengaja perkakas-perkakas batu di situs penggalian Kamitakamori, provinsi Miyagi.
Pemalsuan dua puluh tahun
Pengujian ulang terhadap beberapa situs penggalian tempat Fujimura turut bekerja telah mengungkap barang-barang yang ia palsukan. Sejumlah temuan Fujimura telah dikaji ulang dan menyingkap kerusakan pada bagian permukaan serta sisa-sisa beragam endapan yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa benda-benda temuan Fujimura itu telah dipindahkan dari situs yang berbeda. Mulanya Fujimura hanya mengaku telah melakukan dua kasus pemalsuan yang kepergok. Namun pengakuannya di musim gugur tahun 2001 menegaskan bahwa pemalsuannya telah dilakukan sejak tahun 1980, dengan kata lain selama 20 tahun. Tidak berhenti di sini saja, pemalsuan itu ternyata ia lakukan di 42 situs galian purbakala Zaman Batu Bawah dan Zaman Batu Tengah.
Fujimura memiliki karir panjang sebagai arkeolog dan telah terlibat dalam penggalian di lebih dari 180 situs purbakala. Menurut Shoh Yamada, sebagian besar dari situs-situs penggalian di mana Fujimura terlibat mungkin saja tercemari pula oleh pemalsuan Fujimura itu.
‘Tangan Tuhan’ tergoda Setan
Media massa Jepang bersemangat dalam meliput perkembangan terbaru di bidang arkeologi, atau ilmu tentang kepurbakalaan yang sangat terpengaruhi oleh dogma teori evolusi manusia itu. Temuan-temuan penting seringkali menjadi judul utama pemberitaan nasional Jepang. Tidak heran jika temuan-temuan Fujimura sebelumnya sangatlah luas diberitakan, dan temuan-temuannya yang lebih penting lagi dicantumkan pula di buku-buku pelajaran sekolah. Namun rujukan-rujukan kepada temuan-temuan Fujimura itu dihapuskan segera setelah pemalsuan tentang bukti sejarah evolusi manusia yang sangat memalukan itu terbongkar.
Pengakuan Fujimura menggegerkan dunia dan dibeberkan berbagai media massa di luar maupun di dalam negeri Jepang. Salah satunya, The Japan Times, 6 November 2000, meliputnya dengan judul "Renowned archaeologist admits to planting finds” (Arkeolog kondang mengaku mengubur temuan-temuan). Dalam perkataannya sendiri, Fujimura, yang dijuluki Sang Tangan Tuhan, mengaku telah dibujuk setan untuk melakukan perbuatan buruk itu:
“I was tempted by the devil. I don't know how I can apologize for what I did...I was impatient that the ruins have not produced as much in findings as the Ogasaka Ruins in Saitama Prefecture..."
(Saya tergoda oleh setan. Saya tidak tahu bagaimana saya dapat meminta maaf atas apa yang telah saya perbuat... Saya tidak sabar karena reruntuhan itu tidak menghasilkan temuan sebanyak Reruntuhan Ogasaka di Provinsi Saitama...”).
Demikianlah, Setan telah berhasil menggoda “Sang Tangan Tuhan” itu untuk melakukan pemalsuan bukti-bukti arkeologi evolusi manusia Jepang. (bersambung). [ah/harvard-asia-quaterly/japan-times/www.hidayatullah.com]
Jumat, 01 Mei 2009
Pemalsuan Heboh Bukti Evolusi Jepang (Bagian 2)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
:f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o
Posting Komentar